Level Ancaman: 1.1725714285714

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) turut buka suara mengenai kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong gaji pekerja.

Rangkuman:
WHAT: Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) turut buka suara mengenai kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong gaji pekerja.
WHO: KSPI, Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Pengusaha, Pemerintah.
WHEN: Tidak secara spesifik disebutkan dalam teks.
WHERE: Tidak secara spesifik disebutkan dalam teks.
5. Kronologi singkat: KSPI mengkritik kebijakan iuran Tapera yang memotong gaji pekerja karena dianggap membebani buruh. Said Iqbal menyatakan bahwa potongan iuran 3% tidak akan mencukupi untuk membeli rumah. KSPI menolak kebijakan Tapera dan akan menyusun aksi protes.
WHY: KSPI menilai kebijakan iuran Tapera yang memotong gaji buruh tidak adil dan tidak akan membantu buruh memiliki rumah. Mereka menyuarakan keberatan terhadap program tersebut karena dianggap memberatkan ekonomi masyarakat buruh.

Analisis Level Ancaman

Senjata: tanpa senjata
Sarana: tanpa kendaraan
Metode: terorganisir
Jaringan: nasional
Dukungan: dalam negeri
Bisnis: tak berbisnis
Skill: terlatih
Jenis Aktor: negara
Kepentingan: politik
Intensitas: insidental
Komitmen: terencana
Instrumen: fisik
Target: individu sipil

Perihal: KSPI menyuarakan keberatan terhadap kebijakan iuran Tapera yang memotong gaji pekerja.

Opini dan Prediksi: Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadi keberatan terhadap kebijakan iuran Tapera antara lain adalah penilaian bahwa iuran yang dipotong tidak cukup untuk memungkinkan pekerja memiliki rumah di masa pensiun, penurunan upah riil buruh, dan pandangan bahwa program Tapera kurang adil dan berpotensi menjadi beban ekonomi bagi masyarakat. Said Iqbal, Presiden Partai Buruh dan KSPI, menjadi salah satu tokoh yang memimpin ketidaksetujuan terhadap program Tapera tersebut. Untuk mencegah kejadian ini terulang di masa depan, pemerintah bisa memperhatikan tuntutan dari KSPI dan Partai Buruh yang mengusulkan revisi UU tentang Tapera, peningkatan upah buruh yang layak, serta kajian ulang terhadap program Tapera agar tidak memberatkan masyarakat, serta memastikan pengawasan untuk menghindari korupsi dalam dana Tapera.

Level ancaman relatif terhadap keamanan nasional = 1.1725714285714288

Teks asli
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) turut buka suara mengenai kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang memotong gaji pekerja. KSPI mengatakan kebijakan itu menjadi beban bagi buruh.
“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” kata Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal kepada wartawan Rabu (29/5/2024).
Said Iqbal menilai angka potongan Tapera tidak masuk akal. Menurutnya, hingga buruh pensiun atau di PHK pun tidak akan cukup untuk menabung demi memiliki rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” jelasnya.
Sekarang ini, lanjut Said, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3% per bulan maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Mengingat Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.
ADVERTISEMENT
“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah,” ujarnya.
“Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera untuk memiliki rumah. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” sambungnya.
Alasan lainnya ialah dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%. Hal ini lantaran upah tidak naik hampir 3 tahun berturut-turut dan tahun ini naik upahnya murah sekali. Sehingga, apabila upah mesti dipotong lagi 3% untuk Tapera tentu akan membebani buruh.
“Dalam UUD 1945 tanggungjawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyedikan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan Kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Apabila buruh disuruh bayar 2,5% dan pengusaha membayar 0,5% ” kata Said Iqbal.
Selain itu, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Ia lantas mengingatkan agar program tersebut jangan sampai menjadi ladang korupsi baru.
“Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebalum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera,” ujarnya.
Prinsipnya, KSPI mendukung program perumahan untuk rakyat. Namun, pihaknya menolak apabila program Tapera dijalankan saat ini karena akan memberatkan kondisi ekonomi masyarakat. Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk menolak Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang ke semuanya membebani rakyat.
Partai Buruh dan KSPI pun mengusulkan kepada pemerintah terhadap program Tapera adalah sebagai berikut:
1. Merevisi UU tentang Tapera dan peraturan pemerintahnya yang memastikan bahwa hak rumah adalah hak rakyat dengan harga yang murah dan terjangkau, bentuk yang nyaman/layak, dan lingkungan yang sehat dimana pemerintah berkewajiban menyediakan dana APBN untuk mewujudkan Tapera yang terjangkau oleh rakyat.
2. Iuran Tapera bersifat tabungan sosial, bukan tabungan komersial. Artinya, pengusaha wajib memberi iuran sebesar 8,5%, pemerintah menyediakan dana APBN yang wajar dan cukup untuk kepemilikan rumah, dan buruh mengiur 0,5% dimana total akumulasi dana Tabungan sosial ini bisa dipastikan begitu buruh, PNS, TNI/Polri dan peserta Tapera pensiun otomatis memiliki rumah yang layak, sehat, dan nyaman tanpa harus menambahkan biaya apapun. Bagi peserta yang sudah memiliki rumah, maka tabungan sosial tersebut bisa diambil uang cash di akhir pensiunnya untuk memperbaiki atau memperbesar rumah yang sudah dimilikinya.
3. Program Tapera jangan dijalankan sekarang, tapi perlu kajian ulang dan pengawasan terhindarnya korupsi hingga program ini siap dijalankan dengan tidak memberatkan buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera.
4. Naikkan upah buruh yang layak agar iuran Tapera tidak memberatkan para buruh. Agar upah bisa layak, maka yang harus dilakukan pemerintah adalah mencabut omnibus law UU Cipta Kerja yang selama ini menjadi biang keladi upah murah di Indonesia.
5. Karena Tapera adalah program tabungan sosial (seperti JHT dan Jaminan Pensiun) dan bukan program asuransi sosial (seperti Jaminan Kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja), maka harus dipastikan jumlah tabungan milik buruh dan peserta Tapera tidak digunakan subsidi silang antar peserta Tapera. Karena sifat tabungan sosial beda dengan sifat asuransi sosial. Jadi bila ada yang berkata bahwa Tapera sama dengan program BPJS Kesehatan, maka hal itu adalah keliru. Jangan ada subsidi silang dalam program Tapera.