Rangkuman:
WHAT: Kerusuhan pecah di Puncak Jaya, Papua Tengah, menyusul penembakan terhadap tiga warga yang diklaim sebagai anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua oleh aparat militer Indonesia.
WHO: (1) Aparat militer Indonesia, (2) Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), (3) Warga asli Papua di Kampung Karubate, Distrik Muara, (4) Tokoh adat Otis Murib.
WHEN: Tidak disebutkan tanggal dan jamnya dalam teks.
WHERE: Kampung Karubate, Distrik Muara, Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, Provinsi Papua.
HOW/Chronology: Kerusuhan terjadi setelah penembakan terhadap tiga warga Papua yang dituduh sebagai anggota milisi pro-kemerdekaan oleh aparat militer Indonesia. Tokoh adat Otis Murib membantah klaim tersebut dan menegaskan bahwa korban adalah warga sipil.
WHY: Kerusuhan dipicu oleh klaim aparat militer bahwa tiga warga yang tewas adalah anggota milisi pro-kemerdekaan Papua, yang kemudian disangkal oleh tokoh adat dan warga setempat. Mendesak perlunya investigasi lebih lanjut terkait aksi penembakan yang dilakukan oleh aparat militer.
Analisis Level Ancaman
Senjata: senjataSarana: tanpa kendaraanMetode: terorganisirJaringan: lokalDukungan: dalam negeriBisnis: tak berbisnisSkill: terlatihJenis Aktor: tidak diketahuiKepentingan: politikIntensitas: insidentalKomitmen: terencanaInstrumen: fisikTarget: individu sipil
Perihal: Kerusuhan di Puncak Jaya, Papua Tengah, menyusul penembakan terhadap tiga warga Papua yang diklaim sebagai anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua.
Opini dan Prediksi: Berdasarkan laporan tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya peristiwa tersebut antara lain kemungkinan miskomunikasi atau kesalahpahaman antara aparat militer dan masyarakat setempat, serta ketegangan politik terkait isu kemerdekaan Papua. Dalang atau pelaku pada kejadian tersebut dapat mencakup kombinasi dari kelompok pro-kemerdekaan Papua, aparat militer, atau pihak-pihak yang ingin memperkeruh situasi politik di daerah tersebut. Untuk mencegah kejadian serupa agar tidak terulang di masa depan, penting untuk meningkatkan dialog antara pemerintah dan komunitas lokal, serta menyelesaikan konflik politik dan sosial secara damai dengan menghormati hak asasi manusia dan mendengarkan aspirasi masyarakat Papua secara inklusif.
Level ancaman relatif terhadap keamanan nasional = 1.04
Teks asli
Kerusuhan pecah di Puncak Jaya, Papua Tengah, menyusul penembakan terhadap tiga warga yang diklaim sebagai anggota kelompok pro-kemerdekaan Papua oleh aparat militer Indonesia. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) membantah klaim tersebut, sementara warga dan pegiat HAM mendorong investigasi terhadap aksi penembakan itu.
Sekelompok masyarakat di Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah, menuntut pertanggungjawaban dari pimpinan Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih atas dugaan pembunuhan yang dilakukan aparat militer terhadap tiga warga asli Papua di Kampung Karubate, Distrik Muara.
Otoritas militer menuduh tiga laki-laki tersebut sebagai anggota milisi pro-kemerdekaan Papua. Namun seorang tokoh adat di distrik itu, Otis Murib, menyangkal klaim tentara. Dia berkata, ketiga orang yang tewas di tangan aparat itu adalah warga sipil, bukan bagian dari TPNPB-OPM.
“Jadi kalau bisa tarik ucapan dari Pangdam [Cenderawasih]. Kami minta tim pencari fakta harus turun ke sini supaya mereka tahu. Bila perlu orang dari luar juga, media juga bisa datang ambil di sini,” kata Otis Murib dalam sebuah video yang diterima oleh BBC News Indonesia pada Kamis (19/07).
Otis menyebut salah satu warga asli Papua yang tewas itu merupakan seorang kepala kampung, sekaligus keturunan dari orang asli Papua yang memegang hak suara dalam Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat). Ajang yang kontroversial itu menjadi awal bergabungnya Tanah Papua dalam bagian Indonesia.
Otis dan sekelompok warga dari Distrik Mulia pun menuntut Kodam Cenderawasih untuk bertanggung jawab terkait aksi pembunuhan atas tiga warganya.
Selain itu mereka juga mendesak Kodam untuk menarik ucapan yang menyebut ketiga orang yang tewas merupakan bagian dari anggota OPM.
“Bapak bisa lihat ini semua tokoh ada di sini, mewakili pemerintah. Bapak harus cek dulu baru bisa ambil pernyataan itu. Kalau bisa pihak Pangdam turun cek di tempat TKP, baru bisa sampaikan pernyataan seperti itu. Bapak punya anggota sudah salah bertindak makanya kami tidak terima dengan itu,“ kata Otis.
”Jadi kalau bisa tarik ucapan dari Pangdam. Dan kami minta tim pencari fakta harus turun ke sini supaya mereka tahu. Bila perlu orang dari luar juga, media juga bisa datang ambil di sini,” tambahnya.
“Kalau betul-betul OPM yang meninggal, masyarakat tidak pernah ribut, karena itu betul tugas TNI-Polri, jadi kami kasih tinggal. Tapi kalau memang masyarakat sipil yang tidak tahu apa-apa dapat tembak itu pasti masyarakat akan marah,” kata Otis.