Rangkuman:
WHAT: Penyelisihan jumlah retribusi TPI Binuangeun dari 2011 hingga 2016.
WHO: Terdapat dua terdakwa yang terlibat dalam kasus ini.
WHEN: Informasi mengenai waktu tidak terdapat dalam teks.
WHERE: Lokasi kejadian terjadi di TPI Binuangeun.
HOW/Chronology: Retribusi TPI Binuangeun seharusnya sejumlah Rp 4 miliar lebih dari tahun 2011 hingga 2016, namun hanya sejumlah Rp 3,9 miliar yang disetorkan ke kas. Terdapat selisih uang sebesar Rp 180 juta yang seharusnya disetorkan ke kas daerah. Hal ini teridentifikasi sebagai kerugian daerah dan merupakan temuan pada audit BPKP Provinsi Banten. Kedua terdakwa kemudian menitipkan pembayaran uang pengganti sebagai langkah meringankan hukuman.
WHY: Penyebab terjadinya kejadian ini adalah kekurangannya sejumlah retribusi yang seharusnya disetorkan ke kas daerah, yang mengakibatkan adanya penyelisihan jumlah uang yang diterima dan yang seharusnya disetorkan.
Analisis Level Ancaman
Senjata: tanpa senjata
Sarana: tanpa kendaraan
Metode: terorganisir
Jaringan: lokal
Dukungan: dalam negeri
Bisnis: tak berbisnis
Skill: terlatih
Jenis Aktor: bukan negara
Kepentingan: kekayaan
Intensitas: insidental
Komitmen: terencana
Instrumen: fisik
Target: fasilitas kesehatan
Perihal: Kurangnya setoran uang retribusi TPI Binuangeun ke kas daerah.
Opini dan Prediksi: Kejadian serupa terkait penyelewengan dana atau korupsi dalam pemerintahan pernah terjadi di masa lalu di Indonesia. Prediksi kejadian serupa bisa terjadi lagi di masa depan terutama jika pengawasan dan transparansi keuangan pemerintah tidak ditingkatkan. Faktor-faktor seperti kesempatan, ancaman, rasionalitas, dan kontrol internal yang lemah dapat mempengaruhi munculnya kejadian serupa dalam penyalahgunaan dana publik.
Level ancaman relatif terhadap keamanan nasional = 0.8022857142857143
Teks asli
Retribusi TPI Binuangeun dari 2011 sampai 2016, semestinya berjumlah Rp 4 miliar lebih atas penyediaan tempat lelang ikan. Tapi, uang itu tidak disetorkan seluruhnya ke kas, hanya Rp 3,9 miliar.
ADVERTISEMENT
“Ada selisih Rp 180 juta, selisih tersebut merupakan keuangan daerah, harusnya disetorkan ke kas daerah sehingga jika ada selisih dalam perkara ini maka Pemkab Lebak dirugikan,” katanya.
Kerugian itu juga jadi temuan pada audit BPKP Provinsi Banten sebagai kerugian negara. Tapi kemudian kedua terdakwa menitipkan pengganti kerugian negara seluruhnya sehingga diperhitungkan sebagai uang pengganti.
Penitipan uang pengganti itu jadi alasan untuk kedua terdakwa sebagai hal yang meringankan. Kedua terdakwa juga menyesali perbuatannya.
“Hal yang memberatkan kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” paparnya.